Jumat, 30 September 2011

Tentang Keistimewaan Bulan Rajab

Tentang Keistimewaan Bulan Rajab
Syekh Abdul Qadir Jailani QS
Dalam kitab Al-Ghunya li-Thalibi Thariq al-Haqq

Beberapa laporan tradisi (sunah) tentang berkah istimewa yang dianugerahkan Allah SWT kepada siapa pun yang melaksanakan salat sunah di bulan Rajab.


Pada saat itu, bulan baru tapat muncul untuk menandai awal Rajab, ketika Syekh Imam Hibatullah ibn al-Mubarak as-Saqati (Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepadanya) memberi berita kepada kami tentang otoritas sunah yang bagus, bahwa Nabi SAW menoleh kepada Salman al-Farisi RA dan bersabda,

“Wahai Salman RA, Allah SWT pasti akan menghapus semua dosa dari setiap mukminin dan mukminat yang melaksanakan salat sunah tiga puluh rakaat (yushalli tsalatsina raka) sehubungan dengan bulan ini, di mana pada setiap rakaat dibaca Surat Pembuka (Fatihat al-Kitab) dan Surat yang dimulai dengan “Qul: Huwa Allahu Ahad” tiga kali, dan Surat yang diawali dengan “Qul: Yaa Ayyuhal Kaafiruun” tiga kali. Ia akan menerima pahala yang sama dengan pahala orang yang melakukan puasa sebulan penuh, ia akan diperlakuakan sebagai orang yang telah melakukan ritual salat terus-menerus (al-mushallin) hingga ke tahun berikutnya, dan setiap hari akan mendapat kredit (kebaikan) sebagai syuhada dalam Perang Badar (syahid min syuhada’i Badr) .

Untuk setiap hari puasa (di bulan Rajab), ibadah selama satu tahun penuh akan dicatat bagi yang bersangkutan, di mana kebaikannya akan dilipatgandakan seribu derajat. Jika ia melakukan puasa selama sebulan penuh, di samping melaksanakan salat sunah khusus (seperti yang disebutkan di atas), Allah SWT akan mengangkat orang itu dari api neraka dan menyatakan bahwa orang itu berhak memasuki Taman Surga, di dalamnya untuk berada dekat dengan Allah SWT.

Jibril AS mengatakan kepadaku mengenai hal ini, dan kemudia ia berkata lagi, “Wahai Muhammad SAW, ini adalah sebuah tanda yang jelas untuk membedakan mukmin sejati, dengan orang-orang musyrik (politheist) dan munafik (hipokrit), karena orang-orang munafik tidak melakukan ritual salat itu (la yushalluna dzalik).

Setelah mendengar kata-kata ini yang ditujukan kepadanya oleh Nabi SAW, Salman RA menjawab dengan mengatakan, “Wahai Rasulullah SAW, katakan padaku bagaimana tepatnya aku harus melakukan salat sunah khusus ini, dan tepatnya kapan aku harus melakukannya?”

Nabi SAW menjawab, “Wahai Salman RA, pada hari pertama di bulan ini, hendaknya engkau melaksanakan salat sepuluh rakaat. Pada setiap rakaat kau baca Fatihah al-Kitab sekali, lalu Surat yang dimulai dengan “Qul: Huwa Allahu Ahad” tiga kali dan Surat yang dimulai dengan “Qul: Yaa Ayyuhal Kaafiruun” tiga kali. Dan setelah engaku mengucapkan salam terakhir, hendaknya engkau mengangkat kedua tanganmu dan berdoa:

La ilaha ill Allah, wahdahu laa syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit, huwal hayyul qayyum, biyadihil khayr, wa huwa ‘ala kulli syay-in qadiir…

Tidak ada tuhan selain Allah, tak ada sekutu baginya, milik-Nyalah semua kerajaan dan kepada-Nyalah segala pujian. Dia yang memberikan kehidupan dan menyebabkan kematian, sementara Dia Maha Hidup dan tak pernah mati. Semua kebaikan ada di Tangan-Nya, Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Yaa Allah, tak seorang pun dapat menahan apa pun yang telah Engkau berikan, dan tak seorang pun dapat memberi apa yang Kau tahan, dan tidaklah harta dunia memberikan manfaat bagi pemiliknya, bila ia tidak mendapatkan harta (kebaikan) yang datang dari-Mu di akhirat nanti.

Kemudian hendaknya engkau menggosok muka dengan kedua tanganmu, karena pada saat itu kau telah menyelesaikan sepuluh rakaat pertama.

Di pertengahan bulan hendaknya engkau melakukan sepuluh rakaat salat sunah lagi. Pada setiap rakaat hendaknya engkau membaca lagi Fatihat al-Kitab sekali seja, kemudian surat yang dimulai dengan “Qul: Huwa Allahu Ahad” tiga kali dan surat yang dimulai dengan “Qul: Yaa ayyuhal kaafiruun” tiga kali. Setelah engkau melakukan salam terakhir, hendaknya engkau mengangkat kedua tanganmu seperti sebelumnya, namun kali ini hendaknya engkau mengucapkan:

La ilaha ill Allah, wahdahu laa syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit, huwal hayyul qayyum, biyadihil khayr, wa huwa ‘ala kulli syay-in qadiir. Yaa Allah, Yaa Wahiid, Yaa Ahad, Yaa Shamad. Dia tidak beristri dan juga tidak beranak.

Kemudian hendaknya engkau menggosok muka dengan kedua tanganmu, karena pada saat itu engkau telah menyelesaikan sepuluh rakaat kedua.

Pada akhir bulan hendaknya engkau melaksanakan salat sunah sepuluh rakaat ketiga dan terakhir. Pada setiap rakaat hendaknya engkau membaca lagi Fatihat al-Kitab, sekali saja; kemudian surat yang diawali dengan “Qul:Huwa Allahu Ahad” tiga kali dan surat yang berawal dengan “Qul: Yaa ayyuhal kaafiruun” tiga kali. Dan setelah engkau mengucapkan salam yang terakhir, hendaknya engkau mengangkat kedua tangan dan berdoa:

La ilaha ill Allah, wahdahu laa syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit, huwal hayyul qayyum, biyadihil khayr, wa huwa ‘ala kulli syay-in qadiir. Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aalihi. La hawla wa la quwwata illa bilaahil ‘aliyyil azhiim.

Hendaknya engkau memohon apa pun yang kau perlukan. Dia pasti akan memberikan tanggapan yang positif atas doamu. Allah SWT akan memberikan jarak sebanyak tujuh puluh lembah antara dirimu dengan neraka Jahanam. Dan setiap lembah ini lebarnya adalah sejauh jarak antara langit dan bumi. Untuk setiap rakaat yang kau lakukan dalam salat sunah tersebut, Dia akan menganugerahkan engkau jutaan rakaat (alfa alfa rak’at). Dia juga akan menulis dalam kitab catatanmu suatu keputusan bebas dari neraka dan izin untuk menyebrangi shirathal mustaqiim.

Diriwayatkan bahwa Salman RA mengatakan, “Segera setelah Nabi SAW selesai berkata, aku langsung menunduk ke tanah dan sujud merendahkan diri sambil menangis karena aku mencari cara untuk menyatakan rasa terima kasihku kepada Allah SWT untuk kehormatan yang baru saja diberikan kepadaku untuk mendengar (uraian dari Nabi SAW untuk pertama kalinya itu)

Dibalik Peristiwa Isra & Miraj

” Muhammad telah naik ke langit tertinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi.”
Bila kita membaca sejarah Islam, setidaknya ada tiga peristiwa penting yang melatarbelakangi peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Saw..
Pertama, peristiwa boikot yang dilakukan orang kaum Quraisy kepada seluruh keluarga Bani Hasyim. Kaum Quraisy tahu bahwa sumber kekuatan Nabi Saw adalah keluarganya. Oleh karena itu untuk menghentikan dakwah Nabi Saw. sekaligus menyakitinya, mereka sepakat untuk tidak mengadakan perkawinan, transaksi jual beli dan berbicara dengan keluarga bani Hasyim. Mereka juga bersepakat untuk tidak menjenguk yang sakit dan mengantar yang meninggal dunia dari keluarga Bani Hasyim. Boikot ini berlangsung kurang lebih selama tiga tahun. Tentunya boikot selama itu telah mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan khususnya kepada Nabi Saw. dan umumnya kepada keluarga Bani Hasyim.
Kedua, peristiwa wafatnya paman beliau, Abu Thalib. Peristiwa ini menjadi sangat penting dalam perjalanan dakwah N! abi Saw. sebab Abu Thalib adalah salah satu paman beliau yang senantiasa mendukung dakwahnya dan melindungi dirinya dari kejahilan kaum Quraisy. Dukungan dan perlindungan Abu Thalib itu tergambar dari janjinya,” Demi Allah mereka tidak akan bisa mengusikmu, kecuali kalau aku telah dikuburkan ke dalam tanah.” Janji Abu Thalib ini benar. Ketika ia masih hidup tidak banyak orang yang berani mengusik Nabi Muhammad Saw, namun setelah ia wafat kaum Quraisy menjadi leluasa untuk menyakitinya sebagaimana digambarkan dalam awal tulisan ini.
Ketiga, peristiwa wafatnya istri beliau, Siti Khadijah r.a. Peristiwa ini terjadi tiga hari setelah pamannya wafat. Siti Khadijah bagi Nabi Saw. bukan hanya seorang istri yang paling dicintai dan mencintai, tapi juga sebagai sahabat yang senantiasa mendukung perjuangannya baik material maupun spiritual, yang senantiasa bersama baik dalam keadaan suka maupun duka. Oleh karena itu, wafatnya Siti Khadijah menjadi pukulan besar bagi perjuangan N! abi Saw..
Tiga peristiwa yang terjadi secara berurutan itu sangat berpengaruh pada perasaan Rasulullah Saw. ia sedikit sedih dan gundah gulana. Ia merasakan beban dakwah yang ditanggungnya semakin berat. Oleh karena itu para sejarawan menamai tahun ini dengan ámul hujn (tahun kesedihan).
Dalam kondisi seperti itulah kemudian Allah Swt. mengundang Nabi Saw. melalui peristiwa isra dan mi’raj. Isra’ adalah peristiwa diperjalankannya Nabi Saw. dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa sedangkan mi’raj merupakan peristiwa dinaikannya Nabi Saw. dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Peristiwa Isra Miraj ini mengajarkan banyak hal kepada Nabi Saw. Dalam perjalanan isra’ ia melihat negeri yang diberkahi Allah Swt. dikarenakan di dalamnya pernah diutus para Rasul. Sedangkan dalam perjalanan mi’raj ia melihat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari, dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkati sekelilingnya, ! supaya kami perlihatkan ayat-ayat Kami kepadanya. Sesungguhnya Ia Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S Al Isra :1). “Sesungguhnya ia (Muhammad) melihat Jibril (dalam rupanya yang asli) di waktu yang lain. Yaitu di Sidratul Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha itu diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (Q.S An-Najm : 13-18).
Isra’ dan mi’raj merupakan pengalaman keagamaan yang paling istimewa bagi Nabi Muhammad Saw.. Puncaknya terjadi di Sidratul Muntaha. Muhammad Asad menafsirkan Sidratul Muntaha dengan lote-tree farthest limit (pohon lotus yang batasnya paling jauh). Pohon Lotus dalam tradisi Mesir kuno merupakan simbol kebijaksanaan (wisdom) dan kebahagiaan. Dengan demikian secara simbolik Sidratul Muntaha dapat diartikan se! bagai puncak kebahagiaan dan kebijaksanaan.
Kebahagiaan yang dibarengi dengan kebijaksanaan inilah yang kemudian membedakan pengalaman keagamaan Muhammad Saw. sebagai nabi dan rasul dengan kaum sufi sebagai manusia biasa. Dengan bahasa yang sederhana tetapi penuh makna Abdul Quddus, seorang sufi Islam besar dari Ganggah, menyatakan,”Muhammad telah naik ke langit yang tinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi.”
Ketika Nabi Saw. sampai di Sidratul Muntaha, Allah Swt memperlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya berupa bukti-bukti wujud, keesaan, dan kekuasaan-Nya. Disamping itu diperlihatkan juga surga, neraka, perihal langit, kursi dan ‘arasy. Setelah melihat semua itu keyakinan Nabi Saw. terhadap keagungan Allah Swt dan kelemahan alam dihadapan keagungan-Nya semakin kuat. Pada gilirannya keyakinan seperti ini telah melahirkan kesadaran ruhani baru pada dirinya berupa kebijaks! anaan (wisdom), ketentraman dan kebahagiaan.
Pada saat itu Nabi Saw. sudah mampu membedakan posisi Tuhan dan alam (manusia). Tuhan adalah sumber kebahagiaan, sementara alam sumber kesusahan dan kesengsaraan. Oleh karena itu menggantungkan semua harapan dan keinginan kepada-Nya akan mendatangkan kebahagiaan yang hakiki. Sebaliknya menggangtungkan semua harapan dan keinginan kepada alam akan mendatangkan kesengsaraan.
Kebahagian bertemu dan berdialog dengan Dzat yang dicintai dan mencintainya di Sidratul Muntaha tidak menyebabkan Nabi Saw. lupa akan tugas pokonya menebarkan rahmat Allah Swt. melalui dakwahnya. Hal tersebut dikarenakan, kebahagiaannya tersebut telah dibarengi dengan kebijaksanaan sehingga ia mampu membedakan persoalan pokok dengan cabang, prinsip dengan taktik, esensi dengan aksidensi serta alat dengan tujuan. Nabi Saw. sangat sadar bahwa kebahagian yang diperolehnya dalam Isra’ dan Mi’raj bukan esensi dan tujuan utama Allah Swt. tetapi itu semua han! ya alat untuk mempersiapkan kondisi jiwanya supaya bisa melaksanakan tugas yang lebih berat dari sebelum-sebelumnya. Oleh karena itu, ia meninggalkan kebahagiaan langit yang sedang dinikmatinya itu, kemudian turun ke bumi untuk berjibaku dengan realitas sosial yang penuh dengan tantangan dan penderitaan. Dengan demikian peristiwa isra’ mi’raj Nabi Saw. tidak hanya memiliki makna individual tetapi juga memiliki makna sosial.
Disinilah letak perbedaan pengalaman keagamaan rasul dengan seorang sufi, terutama sufi falsafi. Pengalaman keagamaan rasul berdimensi individual dan sosial sedangkan pengalaman keagamaan sufi (mistik) lebih banyak berdimensi individual. Ketika seorang sufi mengalami fana, kondisi kejiwaannya hampir sama dengan kondisi kejiwaan Nabi Saw. ketika diisra’ dan dimi’rajkan. Ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Dirinya merasa menyatu dengan Allah Swt.. Ia hanyut dan mabuk dalam pelukan keindahan-Nya.
Pengalaman keagamaan seperti itu telah menyebab! kan seorang sufi lupa akan diri dan lingkungannya. Kesadarannya bahwa ia bagian dari alam menjadi hilang. Ia menjadi tidak peduli lagi terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Ia hanya asyik ma’syuk dengan perasaannya sendiri dan terus menyendiri dengan dzikir-dzikirnya. Akibatnya, walaupun ia berdzikir ribuan kali dan mendatangkan ketenangan jiwa, namun semua itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Semakin lama ia berdzikir semakin dalam masuk pada kesadaran dunia mistik. Semakin masuk ke dalam kesadaran dunia mistik, semakin jauh dari realitas kehidupan. Penomena seperti ini dapat menjelaskan perilaku sebagian sufi yang senang mengasingkan diri dari dunia nyata.
Bagaimana dengan Kita ?
Ketika Muhammad Saw. mendapat tantangan berat dalam dakwahnya, ia diundang Allah Swt. melalui peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Melalui peristiwa ini Allah Swt. mengobati luka hatinya, menghilangkan kesedihannya dan menghibur duka laranya. Akibatnya jiwanya menjadi fresh (segar) dan bahagia kembali. Dalam kondisi jiwa seperti ini kemudian ia kembali ke bumi malanjutkan tugas dakwahnya yaitu menebarkan rahmat Allah Swt. di muka bumi ini. Disinilah, seperti disebutkan di atas, Isra’ Mi’raj tidak hanya memiliki makna individual tetapi juga memiliki makna sosial.
Ada pertanyaan, bagaimana bila yang mendapatkan hambatan dakwah itu kita? Bagaimana bila yang mendapat kesusahan dan penderitaan itu kita? Apakah bagi kita masih ada peluang diisra’kan dan dimi’rajkan seperti nabi Muhammad Saw? Jawabannya, tentu tidak mungkin. Lantas apa yang mesti dilakukan bila semua itu terjadi pada kita?
Shalat! Inila! h jawaban yang diberikan oleh Nabi Saw.
Isra dan mi’raj adalah salah satu mu’jizat Nabi Muhammad Saw.. Artinya itu hanya diberikan kepadanya tidak mungkin diberikan kepada manusia biasa. Namun demikian, berdasarkan petunjuknya ada amalan bagi orang-orang yang beriman yang memiliki fungsi sama dengan Mi’raj yaitu ibadah shalat. “Shalat itu mi’rajnya orang yang beriman (ash-shalatu mi’rajul mu’minín)” sabdanya.
Shalat secara bahasa berarti do’a. Doa pada hakikatnya merupakan bentuk dialog antara manusia dengan Allah Swt.. Ketika seseorang shalat, hakekatnya ia sedang bertemu dan berdialog dengan Allah Swt.. Oleh karena itu secara hakiki fungsi shalat dan mi’raj sama yaitu bertemu dan berdialog dengan Allah Swt..
Shalat yang benar mesti menghasilkan buah yang sama dengan buah Isra’ mi’raj yaitu kesadaran individual dan sosial.
Tujuan utama shalat menurut Al Quran adalah untuk berdzikir (mengingat) kepada Allah Swt (Q.S Thaha : 14). Dzikir atau shalat. bila ! dilakukan dengan khusyu’ akan mendatangkan ketentraman jiwa dan kebahagiaan hidup (Q.S Ar-Ra’du :28; Al Mu’minun : 1-2). Namun demikian, keberhasilan shalat seseorang tidak hanya diukur dari ketenangan dan ketentraman jiwa saja, tetapi mesti dilihat pula pada atsar (bekas) perilaku sosialnya. Menurut Al Quran, shalat yang benar mesti dapat menumbuhkan berbagai macam kebajikan seperti tumbuhnya kesadaran berinfak dan berzakat, kemampuan menghidarkan diri dari perilaku yang sia-sia, kemampuan memelihara diri dari perbuatan zina dan kemampuan memelihara amanat baik dari Allah Swt. ataupun sesama manusia ( Al Mu’minun : 3-8).
Disamping itu, shalat yang benar mesti dapat mengobati sifat kikir dan keluh kesah serta mencegah perbuatan keji dan munkar (Q.S Al Ma’arij : 19-25 ; Al Ankabut: 45). Rasulallah Saw. menyatakan bahwa shalat yang tidak dapat mencegah perbuatan keji dan munkar tidak akan menambah apa-apa bagi mushalli (orang yang shalat) kecuali hanya semakin menjauhkan diriny! a dari Allah Swt (H.R.Ahmad).
Shalat yang memiliki dimensi individual dan sosial adalah shalat yang dilakukan dengan khusyu’ dan dáim (kontinu). Menurut Imam Al Ghazali, shalat khusyu’ adalah shalat yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Yaitu memahami apa yang diucapkan dalam shalat sehingga melahirkan perasaan ta’zhim (hormat), khauf (takut), harap (raja) dan haya (malu) terhadap Allah Swt.. Kesadaran ini disamping akan mendatangkan kebahagiaan, ketenangan dan ketentraman jiwa, juga akan mampu memotivasi mushalli untuk merealisasikan seluruh janji yang diucapkannya di dalam shalat ke dalam kehidupan sehari-hari. Wallah a’lam bi ash-shawwab

peristiwa isra’mi’raj Nabi Muhammad SAW

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi tanggal 27 Rajab tahun ke-11 dari kerasulan Nabi Muhammad SAW. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya dari Anas Ibnu Malik bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Didatangkan untukku Buraq yang merupakan hewan putih, panjangnya diatas himar dan dibawah bagal, kukunya berada di akhir ujungnya. Beliau bersabda, “Aku segera menunggainya hingga tiba di Baitul Maqdis.” Beliau bersabda, “Lalu ia mengikatnya dengan tali (rantai) yang biasa dipakai oleh para nabi untuk mengikat.” Beliau melanjutkan, kemudian aku memasuki masjid (Baitul Maqdis) dan mendirikan shalat dua rakaat. Setelah itu, aku keluar. Lalu Malaikat Jibril a.s. mendatangiku dan menyodorkan dua buah gelas yang satu berisi khamar dan lainnya berisi susu. Aku memilih gelas yang berisi susu dan Jibril a.s. berkata, “Engkau telah memilih kesucian.”
Kemudian ia naik bersamaku ke langit yang pertama. Jibril meminta dibukakan pintu. Lalu (malaikat penjaga langit pertama) bertanya, “Siapakah kamu?” Jibril a.s. menjawab, “Jibril” Kemudian ia ditanya lagi, “Siapakah yang besertamu?” Jibril a.s. menjawab, “Muhammad.” Malaikat itu bertanya, “Apakah kamu diutus?” Jibril menjawab, “Ya, aku diutus” Lalu pintu langit dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Nabi Adam a.s. Nabi Adam a.s menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Setelah itu Jibril a.s. naik bersamaku kelangit yang kedua dan meminta dibukakan pintu. Lalu pintu langit kedua dibukakan untuk kami. Di sana aku bertemu dengan dua putra paman Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria a.s., keduanya menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Lalu Jibril a.s. naik bersamaku ke langit yang ketiga dan meminta dibukakan pintu langit ketiga. Lalu pintu langit ketiga dibukakan untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Yusuf a.s. Yang diberi anugrah sebagian nikmat ketampanan. Nabi Yusuf menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian Jibril a.s. naik bersamaku kelangit keempat dan meminta dibukakan pintu langit keempat. Lalu pintu langit keempat dibukakan untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Idris a.s. yang menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Allah SWT berfirman, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.”
Setelah itu Jibril a.s. kembali naik bersamaku kelangit yang kelima dan meminta dibukakan pintu langit kelima. Lalu ia membukakan pintu langit yang kelima untuk kami, Di sana aku bertemu dengan Harun a.s. yang menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Malaikat Jibril a.s. kembali naik bersamaku ke langit yang keenam dan meminta dibukakan pintu untuk kami. Lalu ia membukakan pintu keenam untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Musa a.s. yang menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Lalu Jibril a.s. naik lagi bersamaku ke langit yang ketujuh dan meminta dibukakan pintu langit ketujuh. Kemudian malaikat penjaga pintu langit ketujuh membukakan pintu untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Ibrahim a.s. yang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma’mur yang setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat dan tidak kembali kepadanya sebelum mereka menyelesaikan urusannya.
Setelah itu, ia pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata, daun-daunnya sebesar kuping gajah dan buah-buahannya menyerupai buah anggur. Begitu perintah Allah SWT menyelubunginya dan menyelubungi apa-apa yang akan diselubungi, ia segera berubah. Tidak ada seorang makhluk Allah pun yang mampu menyifati keindahan dan keelokannya. Lalu Allah Maha Agung mewahyukan apa-apa yang akan diwahyukan-Nya kepadaku dan mewajibkanku untuk mendirikan ibadah sholat 50 x setiap hari sehari semalam. Setelah itu, aku turun menemui Musa a.s.. Ia bertanya kepadaku, “Apakah gerangan yang telah diwajibkan Allah SWT atas umatmu.” Aku menjawab, “ Mendirikan sholat sebanyak lima puluh kali.” Kemudian ia berkata, “Kembalilah kepada Rabb-mu (Allah) dan memohon keringanan kepada-NYA. Sesungguhnya umatmu tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu. Aku telah pernah mencobanya kepada kaumku dulu (Bani Israel).” Beliau melanjutkan sabdanya, Kemudian aku kembali kepada Rabb-ku dan memohon, “Wahai Rabb, berikanlah keringan untuk umatku.” Dan Ia mengurangi menjadi lima kali. Setelah itu, aku kembali menemui Musa a.s. dan kukatakan kepadanya, Allah telah mengurangi menjadi lima kali.” Tapi Nabi Musa a.s. berkata, kembali “Sesungguhnya umatmu tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu. Karena itu kembalilah kepada Rabb-mu dan mohonlah keringanan.” Lalu aku bolak-balik bertemu antara Rabb-ku Yang Maha Tinggi dengan Nabi Musa a.s.. Lalu Dia berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya kelima shalat itu dilaksanakan setiap sehari semalam. Setiap sholat dihitung sepuluh yang berarti berjumlah lima puluh shalat. Barang siapa yang ingin melakukan suatu kebajikan/kebaikan kemudian karena beberapa sebab urung melaksanakannya, maka Ku-tuliskan untuknya satu kebaikan. Dan jika ia mengerjakannya, maka Ku-tuliskan untuknya sepuluh kebaikan. Barangsiapa melakukan kemungkaran (kejelekan) kemudian tidak jadi melakukannya, maka Aku tidak menulis apa-apa padanya. Dan jika ia mengerjakannya, maka Aku menuliskannya satu kejelekan.” Beliau kembali melanjutkan sabdanya, Lalu aku turun hingga sampai kepada Musa a.s. dan memberitahukan hal tersebut. Musa a.s. berkata, “Kembalilah kepada Rabb-mu dan memohonlah keringanan.” Saat itu Rasulullah saw. bersabda, “Aku katakan kepadanya, aku telah berulang kali kembali kepada Rabb-ku hingga aku merasa malu kepada-Nya.” Subhanallah

Planet Mirip Bumi

Hasil pengamatan observatorium MW Keck di Hawaii, Amerika Serikat, selama 11 tahun membuahkan hasil. Para ilmuwan menemukan sebuah planet yang paling mirip dengan Bumi. Planet itulah kemungkinan bisa dihuni manusia.
Seperti dilansir Telegraph.co.uk, 29 September 2010, sebuah tim ‘pemburu planet’ menamai planet yang paling mirip dengan Bumi itu dengan nama Gliese 581g.
Planet yang ukurannya hampir sama dengan Bumi itu mengorbit dan berada di tengah ‘zona huni perbintangan’. Peneliti juga menemukan zat cair dapat eksis di permukaan planet itu.
Ini akan menjadi planet paling mirip Bumi yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Ini juga merupakan planet pertama yang paling berpotensi dihuni manusia. “Temuan kami ini sangat menarik dan menawarkan kemungkinan bahwa planet ini berpotensi untuk dihuni,” kata Profesor Steven Vogt di University of California.
Gliese 581g ditemukan berdasarkan observasi yang dilakukan menggunakan teknik tercanggih yang dikombinasikan dengan teleskop ‘kuno’.
Yang paling menarik dari dua planet Gliese 581g adalah, dia memiliki massa tiga sampai empat kali dari Bumi dan periode orbit hanya di bawah 37 hari. Volume massa itu menunjukkan bahwa planet itu kemungkinan merupakan planet berbatu dengan permukaan tertentu. Itu juga menunjukkan bahwa planet itu memiliki gravitasi yang cukup.
Gliese 581g terletak dengan jarak 20 tahun cahaya dari Bumi, tepatnya berada di konstelasi Libra. Posisi planet ini, satu sisi selalu menghadap bintang dan memiliki suhu panas yang memungkinkan manusia untuk berjemur secara terus-menerus di siang hari. Di bagian samping yang menghadap jauh dari bintang, berada dalam kegelapan yang terus-menerus.
Para peneliti memperkirakan rata-rata suhu permukaan planet ini antara -24 dan 10 derajat Fahrenheit atau -31 sampai -12 derajat Celsius. Suhunya akan sangat terik saat posisinya menghadap bintang dan bisa terjadi pembekuan saat sedang gelap.
Menurut Profesor Vogt, gravitasi di permukaan planet itu hampir sama atau sedikit lebih tinggi dari Bumi, sehingga orang dapat dengan mudah berjalan tegak di planet ini.
“Faktanya, kami mampu mendeteksi planet ini begitu cepat dan sangat dekat. Ini memiliki arti bahwa planet seperti ini benar-benar berciri umum, seperti Bumi,” jelasnya.
Prof Vogt dan Paul Butler, dari Carnegie Institution di Washington, mengatakan temuan-temuan baru tim itu dilaporkan dalam sebuah makalah yang akan diterbitkan dalam Jurnal Astrophysical. (kd)

Tak Ada Kemuliaan Yang Melebihi Prajurit Badar


Di Makkah ia tidak mempunyai kedudukan yang tinggi karena ia bukan dari keluarga bangsawan, juga bukan dari keluarga pembesar, bukan hartawan dan bukan pedagang. Tujuan hidupnya yang utama adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan itu telah memberinya kemuliaan dan kehormatan. Di antara penghormatan Rasulullah SAW kepada Hatib yaitu baginda SAW telah mengutus ia agar datang kepada Al-Muqauqis, seorang pembesar suku Qibti dari Mesir, untuk menyampaikan surat Rasulullah yang isinya menyeru pada Al-Muqauqis ke dalam Islam.
Setelah Al-Muqauqis membaca surat baginda tersebut dengan cermat, ia memandang Hatib dan bertanya padanya: “Bukankah sahabatmu itu seorang Nabi?” Jawab Hatib. “Benar, Baginda adalah utusan Allah.” Mendengar jawaban Hatib, Al-Muqauqis mengirimkan beberapa hadiah kepada Rasulullah SAW di antara hadiah itu seorang hamba wanita bernama Mariyah Al-Qibtiyah.
Hatib Ibnu Balta’ah adalah seorang penduduk Yaman, ia adalah sahabat Zubair Ibnu Awwam. Ketika ia berhijrah ke Madinah, ia meninggalkan anak dan saudara-saudaranya. Pada masa jahiliyah, ia seorang penunggang kuda yang berani dan penyair ulung. Bait-bait syairnya sering disebarkan oleh para perawi dan dilagukan para kafilah dagang Arab. Ia masuk Islam ketika ia masih muda belia. Dan ia sangat tekun mempelajari syariat Islam dan ajarannya ketika ia masih muda. Selain itu pada perang Badar, ia turut bergabung dalam jihad fisabilillah; dan ia juga ikut bersama Rasulullah pergi ke Al-Hudaibiyah dan menyaksikan “Baiatur Ridwan.”
Mengkhanati Rasulullah
Pada tahun 8 H. di saat Rasulullah SAW sedang sibuk mempersiapkan penaklukan kota Makkah sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah, ketika itu fikiran Hatib gundah gulana. Ia sedih memikirkan anak-anaknya dan keluarganya yang tidak aman daripada penganiayaan kaum Quraisy, karena di Makkah mereka tidak mempunyai pelindung yang dapat melindungi dan menjaga mereka daripada musuh-musuh Islam. Bisikan-bisikan syaitan selalu menggoda fikirannya hingga ia merasa kalut, dan fikirannya buntu. Maka ia memutuskan akan mendekati kaum musyrikin Quraisy dengan memberitahu pada mereka mengenai rahasia-rahasia kekuatan senjata yang telah dipersiapkan Rasulullah untuk penaklukan atas kota Makkah.
Tidak pernah terfikirkan olehnya, bahwa perbuatan itu merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa rahasia tentara adalah amanat yang ada di bahu para perajurit. Bila salah satu rahasia sampai dibocorkan, maka perajurit tersebut akan mendapat amarah dari Allah, malaikat-Nya dan semua kaum muslimin, karena ia membocorkan rahasia kekuatan laskar yang akan menghadapkan pasukannya pada bahaya dan sekaligus menghadapkan tanah air pada kebinasaan.
Itulah langkah yang terburuk dalam kehidupan Hatib Ibnu Balta’ah. Ia bertekad untuk memberitahu kaum Quraisy tentang tentara Islam yang telah dipersiapkan Rasulullah SAW. Cahaya iman telah padam di hatinya. Ia tidak lagi memikirkan keagungan akidah. Maka dengan tangan gemetar ia mulai menulis surat kepada pembesar-pembesar Quraisy, membuka rahasia laskar Islam yang dipersiapkan secara matang oleh Rasulullah ke Makkah, agar mereka mempunyai gambaran atas keadaan kaum muslimin Madinah.
Surat itu diserahkan kepada seorang wanita. Ia menyuruh wanita tersebut agar merahasiakan surat itu di sanggul rambutnya sehingga jika ada orang yang menghadang kenderaannya, maka surat itu tidak akan diketahui. Ia berjanji pada wanita itu akan memberi hadiah yang mahal bila surat itu telah sampai di tangan pembesar Quraisy.
Baru saja wanita tersebut meninggalkan Madinah, malaikat Jibril segera memberitahu Rasulullah tentang apa yang telah dilakukan Hatib. Maka Rasulullah cepat-cepat memanggil Ali Ibn Abi Thalib dan Zubair Ibn Awwam. Baginda berkata: “Kejarlah wanita itu, ia memberitahu surat Hatib untuk para pembesar Quraisy yang isinya menerangkan mereka tentang persiapan yang telah kita himpun dalam menaklukkan mereka.”
Ali dan Zubair bergegas keluar mencari wanita itu dan keduanya menemukan wanita tersebut di daerah Raudhah Khah. Ketika Ali ra. menyuruh wanita itu supaya mengeluarkan surat Hatib, wanita itu tidak mengaku kalau ia sedang membawa surat. Maka Ali pun berdiri dan memeriksa kenderaannya, tetapi ia tidak menemukan surat itu.
Akhirnya dengan marah Ali memandang wanita itu dan berkata: “Aku bersumpah kepada Allah bahwa Rasulullah tidak pernah berdusta. Sekarang kamu harus pilih apakah kamu mau menyerahkan surat itu kepadaku, ataukah aku harus menelanjangi kamu!” Setelah Ali bersikap kasar dan memberi dua pilihan, akhirnya wanita itu berkata: “Berpalinglah.” Setelah itu Ali membalikkan badan kemudian wanita itu membuka ikatan rambutnya dan mengeluarkan surat darinya, lalu menyerahkan surat itu kepada Ali.
Ali dan Zubair segera kembali kepada Rasulullah dengan membawa surat Hatib. Rasulullah menghadirkan Hatib Ibn Abu Balta’ah dan bertanya kepadanya, “Wahai Hatib, apa yang mendorong kamu berbuat demikian?” Maka oleh Hatib dijawab dengan nada terputus-putus: “Wahai Rasulullah, janganlah tergesa-gesa menghukum diriku. Semua itu kulakukan karena aku bukan dari golongan Quraisy, di Makkah aku masih mempunyai sanak saudara. Maka aku ingin kaum Quraisy menjaga keluargaku di Makkah. Dan sungguh, itu aku lakukan bukan karena aku telah murtad dari Islam, dan bukan pula aku rela kepada kekufuran sesudah iman.”
Rasulullah memandang semua sahabat yang hadir dengan wajah bersinar, dan baginda berkata kepada mereka: “Bagaimana pun juga, ia telah berkata jujur.”
Suasana majlis menjadi hening sejenak, tiba-tiba Umar berkata: “Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal leher orang munafik ini.”
Umar berpandangan bahwa membocorkan rahasia-rahasia laskar Islam merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka balasannya adalah harus dibunuh. Orang yang mengadakan hubungan dengan musuh, maka balasannya adalah dijatuhi hukuman mati.
Sementara itu Rasulullah telah memaafkan Hatib karena ia telah mengakui dosanya. Selain itu baginda mengingat perjuangan Hatib di masa lalu karena ia berjuang di medan perang Badar, sehingga banyak pasukan musyrikin yang mati di bawah tebasan pedangnya. Ia berani menghadapi bahaya dengan menerjang barisan musuh. Rasulullah juga mengingat posisi Hatib pada hari Bai’atur Ridwan di bawah sebuah pohon yang diberkahi, di mana pada saat itu para malaikat menyaksikan orang-orang mukmin yang sedang mengulurkan tangan mereka untuk berbaiat kepada Rasulullah.
Kesalahan Hatib Dimaafkan
Atas tiga dasar itu, maka baginda memandang Umar dan berkata: “Wahai Umar bagaimana pendapatmu, jika Allah telah memberi kelonggaran pada pejuang Badar?” Allah berfirman dalam Al-Ouran surah Al-Mumtahanah ayat 1 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia, (sehingga) kamu menyampaikan kepada mereka (berita-berita) Muhammad, dikarenakan rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasulullah dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku. Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Barangsiapa di antara kamu yang melakukan, maka sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan lurus.”
Hal lain yang menguatkan diterimanya taubat Hatib; pada suatu hari salah seorang pelayan Hatib datang kepada Rasulullah untuk mengadukan perlakuan Hatib kepadanya, kemudian pelayan itu berkata: “Wahai Rasulullah, kelak sungguh Hatib akan masuk neraka.” Tetapi Rasulullah berkata: “Tidak, karena ia ikut berperang pada peristiwa Badar dan juga ikut dalam perjanjian Hudaibiyah.”
Sejak saat itu, Hatib menangis menyesali perbuatannya. Siang dan malam dilakukan dengan selalu memohon ampunan kepada Allah atas kekhilafannya hingga ia meninggal dunia pada usia 53 tahun tepatnya pada tahun 30 H. yaitu pada masa pemerintahan Usman Ibn Affan. Ia menghadapi kematian dengan jiwa yang ridha karena ia tahu bahwa Rasulullah telah memaafkannya meskipun ia telah mengkhianati hak Allah, Rasulullah dan kaum mukminin.

Tanda-tanda kiamat

Daripada Huzaifah bin Asid Al-Ghifari ra. berkata:Datang kepada kami Rasulullah saw. dan kami pada waktu itu sedang berbincang-bincang. Lalu beliau bersabda: “Apa yang kamu perbincangkan?”. Kami menjawab: “Kami sedang berbincang tentang hari qiamat”.

Lalu Nabi saw. bersabda: “Tidak akan terjadi hari qiamat sehingga kamu melihat sebelumnya sepuluh macam tanda-tandanya”. Kemudian beliau menyebutkannya: “Asap, Dajjal, binatang, terbit matahari dari tempat tenggelamnya, turunnya Isa bin Maryam alaihissalam, Ya’juj dan Ma’juj, tiga kali gempa bumi, sekali di timur, sekali di barat dan yang ketiga di Semenanjung Arab yang akhir sekali adalah api yang keluar dari arah negeri Yaman yang akan menghalau manusia kepada Padang Mahsyar mereka”.

H.R Muslimi

Keterangan:
Sepuluh tanda-tanda qiamat yang disebutkan Rasulullah saw. dalam hadis ini adalah tanda-tanda qiamat yang besar-besar, akan terjadi di saat hampir tibanya hari qiamat. Sepuluh tanda itu ialah:
  1. Dukhan (asap) yang akan keluar dan mengakibatkan penyakit yang seperti selsema di kalangan orang-orang yang beriman dan akan mematikan semua orang kafir.
  2. Dajjal yang akan membawa fitnah besar yang akan meragut keimanan, hinggakan ramai orang yang akan terpedaya dengan seruannya.
  3. Dabbah-Binatang besar yang keluar berhampiran Bukit Shafa di Mekah yang akan bercakap bahawa manusia tidak beriman lagi kepada Allah swt.
  4. Matahari akan terbit dari tempat tenggelamnya. Maka pada saat itu Allah swt. tidak lagi menerima iman orang kafir dan tidak menerima taubat daripada orang yang berdosa.
  5. Turunnya Nabi Isa alaihissalam ke permukaan bumi ini. Beliau akan mendukung pemerintahan Imam Mahadi yang berdaulat pada masa itu dan beliau akan mematahkan segala salib yang dibuat oleb orang-orang Kristian dan beliau juga yang akan membunuh Dajjal.
  6. Keluarnya bangsa Ya’juj dan Ma’juj yang akan membuat kerusakan dipermukaan bumi ini, iaitu apabila mereka berjaya menghancurkan dinding yang dibuat dari besi bercampur tembaga yang telah didirikan oleh Zul Qarnain bersama dengan pembantu-pembantunya pada zaman dahulu.
  7. Gempa bumi di Timur.. Bisa jadi ini mengacu kepada gempa di China, Tsunami di Aceh.
  8. Gempa bumi di Barat. Bisa jadi ini akan terjadi di daerah Mexico, Argentina, Brazilia dan negara-negara Amerika Latin
  9. Gempa bumi di Semenanjung Arab.. Kemungkinan kasus longsor di Mesir sebagai pembukanya.
  10. Api besar yang akan menghalau manusia menuju ke Padang Mahsyar. Api itu akan bermula dari arah negeri Yaman. (Apa ini bahaya Nuklir?)
Mengikut pendapat Imam Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fathul Bari beliau mengatakan: “Apa yang dapat dirajihkan (pendapat yang terpilih) dari himpunan hadis-hadis Rasulullah Saw. bahawa keluarnya Dajal adalah yang mendahului segala petanda-petanda besar yang mengakibatkan perubahan besar yang berlaku dipermukaan bumi ini. Keadaan itu akan disudahi dengan kematian Nabi Isa alaihissalam (setelah belian turun dari langit). Kemudian terbitnya matahari dari tempat tenggelamnya adalah permulaan tanda-tanda qiamat yang besar yang akan merusakkan sistem alam cakrawala yang mana kejadian ini akan disudahi dengan terjadinya peristiwa qiamat yang dahsyat itu. Barangkali keluarnya binatang yang disebutkan itu adalah terjadi di hari yang matahari pada waktu itu terbit dari tempat tenggelamnya”.

Ya’juj Ma’juj

Salah satu tanda datangnya hari kiamat adalah munculnya Ya’juj Ma’juj, sekawanan makhluk yang diriwayatkan gemar memangsa apa saja yang ditemuinya. Siapa dan bagaimana sebenarnya Ya’juj Ma’juj itu?
Sebenarnya Ya’juj dan Ma’juj selalu mengundang perselisihan ketika diperbincangkan, bukan hanya tentang siapa dan bagaimana mereka tetapi juga dalam tinjauan bahasa, waktu, tempat serta sepak terjangnya.
Dalam tinjauan bahasa misalnya, dalam suatu pendapat ada yang menyatakan bahwa kata Ya’juj Ma’juj diserap dari bahasa China yang telah mengalami perubahan pengucapan dalam bahasa Arab, menurut Thabathaba’i dalam bahasa China kata tersebut adalah Munkuk dan Muncuk, mereka adalah kaum keturunan putra Adam dari Yafits. Sebagian lagi berpendapat bahwa mereka adalah orang-orang Mongol dan Tartar. Dan pendapat-pendapat lainnya.
Mengenai waktu dan tempatnya, Al-Quran seakan sangat menyembunyikan rambu-rambu yang bisa dijadikan pedoman. Tidak ada keterangan mendetail dalam hal ini, waktu dan tempat Ya’juj dan Ma’juj hanya dapat diketahui sekelumit dari perkataan Dzulqarnain yang diabadikan dalam Al-Quran surat Al Kahfi ayat 94: “Kalau janji Tuhan datang, maka dia akan menjadikannya hancur”. Pengertian ayat ini dan hadist-hadits yang ada mengisyaratkan bahwa kemunculan mereka adalah saat-saat menjelang kiamat.
Dengan demikian waktu dan tempat munculnya Ya’juj dan Ma’juj ada kemungkinan telah terjadi. Sebab waktu dalam perhitungan Allah Swt berbeda dangan waktu dalam perhitungan manusia. Boleh jadi waktu sekejap menurut Allah adalah berabad-abad bagi kita. Allah telah mengisyaratkan tentang perbedaan waktu itu dalam firmannya “Telah dekat waktu kiamat dan bulan telah terbelah” ( Qs Al-Qamar 54 ) kenyataannya setelah berabad-abad sejak terjadi dan turunnya ayat itu sampai sekarang kiamat belum terjadi juga.
Menurut Sayyid Quthb dimungkinkan bahwa dinding penghalang yang disebutkan dalam Al- Quran telah roboh dan terbuka pada satu masa antara datangnya kiamat dan masa kini yang terjadi dalam serangan bangsa Mongol dan Tartar, maka itulah yang dimaksud masa keluarnya Ya’juj dan Ma’juj.
Sebagaimana kita ketahui, sejarah telah mencatat bahwa Jenghis Khan (1227 M) berhasil menguasai kawasan China dan Laut Hitam, sedangkan cucunya yang bernama Hulako Khan berhasil menaklukkan para penguasa Persia serta menghancurkan kota Baghdad dengan membantai ratusan ribu penduduk muslim yang ada disana pada masa dinasti Abbasiyah (1258 M) lalu menduduki Syuriah dan membuat kerusakan disana.
Gerombolan perusak itu akhirnya hancur ditangan Baibars salah satu panglima Sulthan Qurthuz ( Al malik al mudzaffar ) dalam pertempuran mematikan di daerah Ain Jalut palestina pada tahun 1260 M. (Sp)

Nabi khidir

Al-Khiḍr (Arab:الخضر, Khaḍr, Khaḍer, al-Khaḍir) adalah seorang nabi misterius yang dituturkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82. Selain kisah tentang nabi Khidir yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khidir tidak banyak disebutkan.
Dalam bukunya yang berjudul “Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis Annemarie Schimmel, Khidr dianggap sebagai salah satu nabi dari empat nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Idris (Henokh), Ilyas (Elia), dand Isa (Yesus).[1] Khidr abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Khidr adalah masih sama dengan seseorang yang bernama Elia.[2] Ia juga diidentifikasikan sebagai St. George.[3] Di antara pendapat awal para cendikiawan Barat, Rodwell menyatakan bahwa “Karakter Khidr dibentuk dari Yitro.”[4]
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khidr. Beberapa orang mengatakan Khidr adalah gelarnya; yang lainnya menganggapnya sebagai nama julukan.[5] Khidr telah disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “Elia versi Muslim” dan juga dihubungkan dengan Pengembara abadi.[6] Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang misterius dan lain lain.

Etimologi

Al-Khiḍr secara harfiah berarti ‘Seseorang yang Hijau’ melambangkan kesegaran jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan “berlarut langsung dari sumber kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia Britannica, dikatakan bahwa Khidr memiliki telah diberikan sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān.[7]

Biografi

Al-Khiḍr (kanan) dan Dzu al-Qarnayn (yang selalu dihubungkan dengan Alexander the Great), takjub dengan penglihatannya terhadap seekor ikan air asin yang kembali hidup ketika ditaruh ke dalam Air Kehidupan.
Menurut Syaikh Imam M. Ma’rifatullah al-Arsy, Segitiga Bermuda merupakan tempat titik terujung di dunia ini. Ditengah kawasan itu terdapat sebuah telaga yang airnya dapat membuat siapa saja yg meminumnya menjadi panjang umur, ditempat itu pula Khidr bertahta sebagai penjaga sumber air kehidupan tersebut.[8]

Teguran Allah kepada Musa

Kisah Musa dan Khiḍr dituturkan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahawa beliau mendengar nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya’ tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya,
Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62)
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63)
Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.
Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64)
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.

Persyaratan belajar

Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Khidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khidir bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”
Khidir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”
Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69)
Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70)

Perjalanan Khidr dan Musa

Demikianlah seterusnya Musa mengikuti Khidir dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahawa baginda tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khidir. Setiap tindakan Nabi Khidir a.s. itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat.
Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khidir menghancurkan perahu yang ditumpangi mereka bersama. Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir memperingatkan janji Nabi Musa, dan akhirnya Nabi Musa meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khidir.
Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut membuat Nabi Musa tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.
Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khidir menegaskan pada Nabi Musa bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khidir.
Selanjutnya Nabi Khidir menjelaskan mengapa beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.
Kejadian yang kedua, Nabi Khidir menjelaskan bahwa beliau membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.
Kejadian yang ketiga (terakhir), Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat tersebut berada di negeri Antakya, Turki.
Akhirnya Nabi Musa as. sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khidir. Akhirya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khidir yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.
Saat mereka di dalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khidir berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”
Sebelum berpisah, Khidir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”

Hikmah kisah Khidir

Dari kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Di antaranya adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih)
Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak diluar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.

Pengertian Qodho dan Qodar

Qodho adalah ketetapan, ketentuan atau rencana Allah untuk segenap makhluknya, baik manusia, jin, hewan tumbuhan, gunung, langit, laut, dll.. Sedangkan taqdir adalah kenyataannya, kejadiannya. Kalau sudah terjadi disebutlah taqdir. Misalnya :

Qodho dan Qodar untuk Alam Sekitar :

  • Allah menetapkan (qodho) bahwa peredaran bumi mengelilingi matahari adalah 365 hari. Itulah Qodho. Pada kenyataannya (taqdirnya) memang berjalan seperti itu.
  • Allah menetapkan (Qodho) bahwa air itu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Pada kenyataannya (taqdirnya) memang demikian.

Antara qodo dan qadar atau taqdir pada alam tidak terjadi perubahan. Itulah sunnatullah (ketetapan Allah). Segenap makhluk, selain manusia dan jin tidak mempunyai pilihan, mereka harus taat kepada ketetapan Allah, terpaksa maupun sukarela.

Qodho-qodar untuk Manusia :
  • Allah menetapkan bahwa manusia hanya boleh beribadah kepada Allah. Itulah Qodho. Tetapi pada kenyataannya banyak juga manusia yang menyembah selain Allah. Itulah taqdir.
  • Allah menetapkan (qodho) bahwa setiap anak wajib berbuat ihsan kepada orangtuanya, tetapi pada kenyataannya (taqdirnya) ada juga anak yang durhaka kepada orangtuanya.
  • Pada saat bayi berusia empat bulan dalam kandungan, Allah menetapkan potensi-potensinya atau bakat-bakatnya. Besar kecilnya bakat ini untuk setiap bayi berbeda-beda. Itulah ketetapan (qodho) Allah. Nanti setelah anak itu dewasa akan berusaha mengembangkan potensi itu, sehingga ada orang yang menjadi pemain bola tingkat internasional. Itulah taqdir. Tetapi ada juga yang malas berlatih sehingga hanya  menjadi pemain bola tingkat kecamatan saja. Itupun taqir juga.

Qodho Allah untuk manusia sering berbeda dengan taqdirnya sebab manusia dengan akalnya mempunyai hak pilih, tetapi kadang-kadang pilihannya dipengaruhi oleh  nafsu syaithaniyah. Tidak heran kalau ada manusia yang menyembah batu, membunuh, dan berbuat maksiat lainnya.

Sifat-sifat Nabi Muhammad SAW

Fizikal Nabi
Telah dikeluarkan oleh Ya’kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata: Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.
Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.
Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.
Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.
Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta’ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain.
Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: “Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat”, tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.
Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.
Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.
Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.
Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pemah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.
Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: “Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!”. Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.
Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.
(Nukilan Thabarani – Majma’uz-Zawa’id 8:275)

Pentingnya mentaati Rasulullah SAW

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Barangsiapa yang mentaatiku, maka dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka dia telah mendurhakai Allah. Begitu pula, barangsiapa yang mentaati petugasku, maka dia telah mentaatiku, dan barangsiapa mendurhakai petugasku, maka dia telah mendurhakaiku.’ (Riwayat Bukhari)
Dari Abu Hurairah ra. lagi, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Semua ummatku akan memasuki syurga kecuali yang enggan memasukinya. Siapa yang mentaatiku akan memasuki syurga, dan siapa yang mendurhakaiku, maka dialah orang yang enggan memasuki syurga.’(Riwayat Bukhari)
Jabir ra. bercerita, katanya: Suatu peristiwa datanglah beberapa Malaikat kepada Nabi SAW ketika beliau sedang tidur, lalu mereka berkata: Bahwa sesungguhnya teman kamu ini dapat diberikan beberapa perumpamaan, cobalah berikan perumpamaan baginya! Maka berkata yang satu: Dia ini sedang tidur. Yang lain berkata: Meskipun matanya tidur, namun hatinya tetap sadar! Lalu berkata pula Malaikat yang lain: Perumpamaan temanmu ini ialah perumpamaan seorang lelaki yang baru selesai membangun sebuah rumah, lalu dia pun mengadakan undangan makan, dan mengundang orang datang kepadanya. Jadi, sesiapa yang menerima undangan itu, dia akan memasuki rumah itu, dan dapatlah dia memakan dari makanan yang disediakan itu. Dan sesiapa yang menolak undangan itu, tidak akan memasuki rumah itu, dan tidak dapatlah dia memakan dari makanan yang disediakan di situ!
Kemudian berkata Malaikat yang mendengar perumpamaan itu: Jelaskanlah perkara ini kepadanya (Nabi Muhammad) supaya dia mengertinya! Lalu ada Malaikat yang berkata: Bukankah dia sedang tidur?! Jawab yang lain: Bukankah sudah aku katakan; matanya saja yang tidur, namun hatinya sadar (dapat menangkap maksud dari berita ini). Maka para Malaikat itu pun berkata: Rumah itu diibaratkan dengan ‘Syurga’, dan orang yang mengundang itu ialah ‘Muhammad’ itu sendiri. Tegasnya, siapa saja yang mentaati Muhammad, maka dia mentaati Allah. Dan siapa saja yang mendurhakai Muhammad, maka dia mendurhakai Allah. Dan Muhammad itu adalah penengah (di antara Allah) dengan manusia! (Riwayat Bukhari) Ad-Darimi juga mengeluarkan cerita yang sama dari Rabitah Al-jarasyi ra. dengan maksudnya yang sama (kitab: Al-Misykah, hal. 21)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Hanyalah perumpamaanku dan perumpamaan apa yang diutus Allah kepadaku adalah perumpamaan seorang lelaki yang datang kepada suatu kaum, lalu dia berkata kepada mereka: Hai kaumku! Saya lihat dengan mataku sendiri, ada suatu bala tentara yang datang, dan saya adalah pemberi peringatan yang telanjang (dapat dimaksudkan: yang paling jujur), maka selamatkanlah diri kamu! Selamatkanlah! Kerana itu ada di antara kaumnya yang mentaatinya, maka dari sejak malam mereka telah keluar melarikan diri dengan secara teratur, hingga akhirnya mereka selamat. Ketika sekumpulan yang lain telah mendustakannya, dan mereka terus menetap di tempat mereka. Akhirnya, mereka sejak pagi buta telah diserang oleh bala tentara (musuh) itu, yang membinasakan mereka serta memukul bersih apa saja yang ada di hadapannya. Itulah dia perumpamaan siapa yang mentaatiku serta menuruti apa yang saya sampaikan kepadanya. Demikian pula perumpamaan siapa yang menderbakaiku serta mendustakan apa yang saya sampaikan kepadanya dari perkara kebenaran itu.’ (Riwayat Darimi)
Razin telah membawa suatu berita dari Umar ra. yang dirafakkannya kepada Rasulullah SAW sabdanya: Aku sudah menanyakan Tuhanku tentang perselisihan para sahabatku sepeninggalku, lalu Allah mewahyukan kepadaku, katanya: Wahai Muhammad! Sesungguhnya semua para sahabatmu itu dalam pandanganku adalah umpama bintang-bintang di langit, setengah mereka lebih teguh dari setengah yang lain, namun bagi setiap satu darinya ada cahayanya yang tersendiri. Maka barangsiapa yang mengambil sesuatu dari apa yang ada pada diri mereka tanpa memandang pada perselisihan mereka itu, maka dia itu dalam pandanganku berada di atas kebenaran. Kemudian Nabi SAW pun berkata: Para sahabatku itu seumpama bintang-bintang maka siapa saja dari mereka yang kamu ikuti, kamu akan mendapat petunjuk. (Jam’ul-Fawa’id 2:201)
Dari Al-Irbadh bin Sariyah ra. yang menceritakan suatu peristiwa, katanya: Pada suatu hari Rasulullah SAW telah mengimami kami satu shalat, dan sesudah selesai shalat, beliau lalu menghadapkan wajahnya kepada kami serta menyampaikan suatu pidato yang sungguh berkesan sekali pada diri kami, sehingga bercucuranlah air mata kami dan gemetarlah segala urat perut kami. Sehabis pidato itu, telah bangun seorang lelaki berkata: Ya Rasulullah! Seolah-olah pidato ini adalah suatu pidato terakhir untuk mengucapkan selamat tinggal! Jadi, apakah yang patut engkau pesankan untuk kami?! jawab beliau: Aku berpesan kepada kamu supaya bertaqwa kepada Allah, selalu mendengar perintah dan mentaatinya, walaupun yang memerintah itu seorang hamba habsyi (yang hitam warna kulitnya). Kerana sesungguhnya, siapa saja yang hidup di antara kamu sesudahku nanti dia akan melihat perselisihan-perselisihan yang banyak. Maka ketika itu, hendaklah kamu berpegang teguh kepada perjalananku dan pejalanan para Khulafaur-Rasyidin yang sudah tertunjuk (oleh hidayatku), hendaklah kamu berpegang kuat dengannya, dan gigitlah dia dengan gigi geraham kamu. Berhati-hatilah kamu dengan mengada-adakan (hukum) yang baru, kerana setiap hukum yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat! (Riwayat Tarmidzy dan Abu Daud)
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra. telah merafakkan bicara ini kepada Nabi SAW sabdanya: Aku tidak tahu berapa lama lagi aku akan berada bersama-sama kamu. Tetapi aku mengingatkan kamu supaya mengikuti dua orang ini sepeninggalku. Lalu beliau menunjuk kepada Abu Bakar dan Umar radhiallahu-anhuma. Sambungnya lagi: Ambillah petunjuk yang diberikan Ammar, dan dengar apa yang dibicarakan Ibnu Mas’ud dan percayailah dia!(Riwayat Tarmidzy)
Dari Bilal bin Al-Haris Al-Muzani ra. bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnat (jalan) dari sunnatku yang telah ditinggalkan orang sepeninggalku, maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang yang mengamalkannya sesudah itu, tiada dikurangi sedikit pun dari pahala-pahala mereka (yang mengamalkannya itu). Dan barangsiapa yang mengadaadakan suatu bid’ah yang menyesatkan yang tiada diridhai Allah dan RasuINya, maka dia akan menanggung dosanya seperti dosadosa orang yang mengamalkannya, tiada dikurangi sedikit pun dari dosa-dosa orang yang mengamalkannya.’(Riwayat Tarmidzy) Ibnu Majah juga meriwayatkan suatu Hadis yang serupa ini dari Katsir bin Abdullah bin Amru, dari bapanya, dari datuknya.
Dari Amru bin Auf ra. bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Sesungguhnya agama (Islam) itu akan kembali ke Hijaz, sebagaimana ular yang kembali ke dalam lobangnya. Lalu agama itu akan tertambat di Hijaz umpama tertambatnya unta-unta di puncak gunung. Sesungguhnya agama itu lahir asing (tidak dikenali orang), dan dia akan kembali asing seperti mula lahimya. Maka berbahagialah orang-orang asing itu (yakni kaum yang bukan Arab), kerana merekalah yang akan membetulkan apa yang dirusakkan manusia dari sunnatku sepeninggalku nanti.”(Riwayat Tarmidzy)
Dari Abdullah bin Amru ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Akan berlaku ke atas ummatku seperti mana yang berlaku ke atas kaum Bani Israel umpama sepasang sepatu, satu dengan yang lain, sampai terjadi di antara mereka orang yang mendatangi (melakukan zina) ibunya secara terang-terangan, demikian pula yang akan berlaku pada ummatku juga. Dan bahwasanya kaum Bani Israel akan terpecah-belah kepada tujuh puluh dua kaum, dan ummatku pula akan terpecah-belah kepada tujuh puluh tiga kaum, semuanya adalah di dalam neraka, kecuali satu kaum saja. Para sahabat bertanya: Siapa kaum itu, hai Rasulullah?! jawab beliau: kaum yang mengikutiku dan mengikuti para sahabatku!’ (Riwayat Tarmidzy)

Rasulullah SAW memberi makan

Muslim mengeluarkan dari Jabir ra. dia berkata, “Ketika aku sedang duduk-duduk di dalam rumahku, tiba-tiba Nabi SAW lewat di depanku. Beliau memberi isyarat dengan tangan agar aku mendekat. Maka aku bangkit dan mendekat ke arah beliau. Beliau memegang tanganku lalu kami beranjak pergi, sehingga kami tiba di salah satu rumah istri beliau. Setelah masuk ke dalam rumah lebih dahulu, beliau mengizinkan aku untuk masuk. Maka aku pun masuk. Beliau bertanya, “Adakah makan siang?” “Ada,” jawab para penghuni rumah itu. Beliau meminta tiga potong roti yang diletakkan di atas talam yang ada daun kormanya. Beliau mengambil satu potong dan diletakkan di tangan beliau, lain beliau mengambil sepotong roti lalu diletakkan di atas tanganku, lalu mengambil potongan yang ketiga, memotongnya menjadi dua bagian, satu bagian diletakkan di atas tangan beliau dan sepotong lagi di atas tanganku. “Apakah ada kuah?” tanya beliau. Mereka menjawab, “Tidak ada. Yang ada hanya cuka.” “Ambil cuka itu dan bawa ke sini, karena kuah yang paling nikmat adalah cuka.”
Ashhabus-Sunan juga mengeluarkan, seperti yang disebutkan di dalam Kitab Jam’ul-Fawa’id, 1:295.
Menganjurkan Berinfaq
Muslim dan An-Nasa’y mengeluarkan dari Jabir ra., dia berkata, “Pada tengah hari selagi kami sedang berada di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul sekumpulan orang yang menyandang pedang, pakaiannya compang-camping hampir telanjang dan juga telanjang kaki. Mereka semua berasal dari Bani Mudhar. Muka beliau tampak muram saat melihat keadaan mereka yang miskin itu. Lalu beliau masuk ke dalam rumah dan menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan. Seusai shalat beliau menyampaikan pidato dan membacakan ayat,
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian data diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan wanita yang banyak. Dan, bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’: 1).
Beliau juga membacakan surat Al-Hasyr:18,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Beliau menganjurkan agar mereka mengeluarkan shadaqah dan infak. Sehingga ada yang bershadaqah dari sebagian dinarnya, dari sebagian dirhamnya, kain, gandum dan kormanya, bahkan ada yang bershadaqah hanya dengan separoh buah korma. Ada pula seseorang dari Anshar rnembawa bungkusan di tangannya, hingga dia hampir saja tidak kuat membawanya. Sampai akhirnya terkumpul dua tumpuk makanan dan kain. Kulihat muka Rasulullah SAW berseri-seri, lalu beliau bersabda,
“Barangsiapa memberi contoh yang baik dalam Islam, maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya setelah itu, tanpa ada yang dikurangi sedikit pun dari pahala mereka, dan barangsiapa memberi contoh yang buruk dalam Islam, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya setelah itu, tanpa ada yang dikurangi sedikit pun dari dosa-dosa mereka.”
Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib, 1:53.

Gurau dan canda Rasulullah SAW

Rasulullah SAW bergaul dengan semua orang. Baginda menerima hamba, orang buta, dan anak-anak. Baginda bergurau dengan anak kecil, bermain-main dengan mereka, bersenda gurau dengan orang tua. Akan tetapi Baginda tidak berkata kecuali yang benar saja.
Suatu hari seorang perempuan datang kepada beliau lalu berkata,
“Ya Rasulullah! Naikkan saya ke atas unta”, katanya.
“Aku akan naikkan engkau ke atas anak unta”, kata Rasulullah SAW.
“Ia tidak mampu”, kata perempuan itu.
“Tidak, aku akan naikkan engkau ke atas anak unta”.
“Ia tidak mampu”.
Para sahabat yang berada di situ berkata,
“bukankah unta itu juga anak unta?”
Datang seorang perempuan lain, dia memberitahu Rasulullah SAW,
“Ya Rasulullah, suamiku jatuh sakit. Dia memanggilmu”.
“Semoga suamimu yang dalam matanya putih”, kata Rasulullah SAW.
Perempuan itu kembali ke rumahnya. Dan dia pun membuka mata suaminya. Suaminya bertanya dengan keheranan, “kenapa kamu ini?”.
“Rasulullah memberitahu bahwa dalam matamu putih”, kata istrinya menerangkan. “Bukankah semua mata ada warna putih?” kata suaminya.
Seorang perempuan lain berkata kepada Rasulullah SAW,
“Ya Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar aku dimasukkan ke dalam syurga”. “Wahai ummi fulan, syurga tidak dimasuki oleh orang tua”.
Perempuan itu lalu menangis.
Rasulullah menjelaskan, “tidakkah kamu membaca firman Allah ini,
Serta kami telah menciptakan istri-istri mereka dengan ciptaan istimewa, serta kami jadikan mereka senantiasa perawan (yang tidak pernah disentuh), yang tetap mencintai jodohnya, serta yang sebaya umurnya”.
Para sahabat Rasulullah SAW suka tertawa tapi iman di dalam hati mereka bagai gunung yang teguh. Na’im adalah seorang sahabat yang paling suka bergurau dan tertawa. Mendengar kata-kata dan melihat gelagatnya, Rasulullah turut tersenyum.

Rasulullah SAW dan Uang 8 Dirham

Suatu hari Rasulullah SAW bermaksud belanja. Dengan bekal uang 8 dirham, beliau hendak membeli pakaian dan peralatan rumah tangga. Belum juga sampai di pasar, beliau mendapati seorang wanita yang sedang menangis. Beliau sempatkan bertanya kenapa menangis. Apakah sedang ditimpa musibah ? Perempuan itu menyampaikan bahwa ia adalah seorang budak yang sedang kehilangan uang sebesar 2 dirham. Ia menangis sangat takut didera oleh majikannya. Dua dirham dikeluarkan dari saku Rasulullah untuk menghibur perempuan malang tersebut. Kini tinggal 6 dirham. Beliau bergegas membeli gamis, pakaian kesukaanya. Akan tetapi baru beberapa langkah dari pasar, seorang tua lagi miskin setengah teriak berkata, “Barang siapa yang memberiku pakaian, Allah akan mendandaninya kelak.” Rasulullah memeriksa laki-laki tersebut. Pakaiannya lusuh, tak pantas lagi dipakai. Gamis yang baru dibelinya dilepas dan diberikan dengan sukarela kepadanya. Beliau tak jadi memakai baju baru.
Dengan langkah ringan beliau hendak segera pulang. Akan tetapi lagi-lagi beliau harus bersabar. Kali ini beliau menjumpai perempuan yang diberi dua dirham tersebut mengadukan persoalan, bahwa ia takut pulang. Ia khawatir akan dihukum oleh majikannya karena terlambat. Sebagai budak saat itu nilainya tidak lebih dari seekor binatang. Hukuman fisik sudah sangat lazim diterima. Rasulullah diutus di dunia untuk mengadakan pembelaan terhadap rakyat jelata. Dengan senang hati beliau antarkan perempuan tersebut ke rumah majikannya. Sesampainya di rumah, beliau ucapkan salam. Sekali, dua kali belum ada jawaban. Baru salam yang ketiga dijawab oleh penghuni rumah. Nampaknya semua penghuni rumah tersebut adalah perempuan. Ketika ditanya kenapa salam beliau tidak dijawab, pemilik rumah itu mengatakan sengaja melakukannya dengan maksud didoakan Rasulullah dengan salam tiga kali. Selanjutnya Rasulullah menyampaikan maksud kedatangannya. Beliau mengantar perempuan yang menjadi budak tersebut karena takut mendapat hukuman. Rasulullah kemudian menyampaikan, “Jika perempuan budak ini salah dan perlu dihukum, biarlah aku yang menerima hukumannya.” Mendengar ucapan Rasulullah in penghuni rumah terkesima. Mereka merasa mendapat pelajaran yang sangat berharga dari baginda Rasulullah. Karena secara refleks mereka menyampaikan, “Budak belian ini merdeka karena Allah.” Betapa bahagianya Rasulullah mendengar pernyataan itu. Beliau sangat bersyukur dengan uang 8 dirham mendapat keuntungan ribuan dirham, yakni harga budak itu sendiri. Beliau berkata, “Tiadalah aku melihat delapan dirham demikian besar berkatnya dari pada delapan dirham yang ini. Allah telah memberi ketenteraman bagi orang yang ketakutan, memberi pakaian orang yang telanjang, dan membebaskan seorang budak belian.”
Akhirnya, rahmat dan kasih sayang, bantuan dan pertolongan kepada masyarakat bawah akan mendatangkan kesejahteraan dan kemajuan. Allah berfirman dalam sebuah hadits Qudsyi. “Bahwanya Allah menolong hanba-Nya, selama ia menolong saudaranya.”

Rasulullah SAW dan Seorang Arab Badui

Di waktu Rasulullah SAW. sedang asyik bertawaf di Ka’bah, beliau mendengar seorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: ‘Ya Karim! Ya Karim!’ Rasulullah s.a.w menirunya membaca ‘Ya Karim! Ya Karim!’ Orang itu lalu berhenti di salah satu sudut Ka’bah, dan berzikir lagi: ‘Ya Karim! Ya Karim!’ Rasulullah SAW yang berada dibelakangnya mengikuti zikirnya ‘Ya Karim! Ya Karim!’ Merasa seperti di olok-olokan, orang itu menoleh kebelakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu lalu berkata: ‘Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokan ku, karena aku ini adalah orang Arab badui? Kalaulah bukan karena ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.’ Mendengar bicara orang badui itu, Rasulullah SAWtersenyum, lalu bertanya: ‘Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”Belum,’ jawab orang itu. ‘Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?’ ‘Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan saya membenarkan putusannya sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,’ kata orang arab badui itu pula. Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: ‘Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!’ Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya.’Tuan ini Nabi Muhammad?!”Ya,’ jawab Nabi SAW Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki RasulullahSAW Melihat hal itu, Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya: ‘Wahai orang Arab! Janganlah berbuat serupa itu.Perbuatan serupa itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya.Ketahuilah, ALLAH mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi berita gembira bagi orang yang beriman, dan membawa berita ancaman bagi yang mengingkarinya.’ Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata: ‘Ya Muhammad! Rabb As-Salam (puncak keselamatan) menyampaikan salam kepadamu dan bersabda: Katakanlah kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona dengan belas kasih ALLAH. Ketahuilah bahwa ALLAH akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!’. Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu pula berkata: ‘Demi keagungan serta kemulian ALLAH, jika ALLAH akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan denganNYA!’ kata orang Arab badui itu. ‘Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan ALLAH?’ Rasulullah bertanya kepadanya. ‘Jika ALLAH akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa besar maghfirahNYA,’ jawab orang itu. ‘Jika DIA memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan mem perhitungkan betapa keluasan pengampunanNYA. Jika DIA memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawananNYA!’. Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu, air mata beliau meleleh membasahi janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril AS turun lagi seraya berkata: ‘Ya Muhammad! Rabb As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda: Berhentilah engkau dari menangis! Sungguh karena tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Nah katakan kepada temanmu itu, bahwa ALLAH tak akan menghisab dirinya, juga tak akan memperhitungkan kemaksiatannya. ALLAH sudah mengampuni semua kesalahannya dan ia akan menjadi temanmu di surga nanti!’ Betapa sukanya orang Arab badui itu, apabila mendengar berita tersebut. Ia lalu menangis karena tidak berdaya menahan keharuan dirinya.

Rasulullah SAW Mendatangi Kafilah Dagang

Dari kejauhan gumpalan debu padang pasir membumbung ke langit. Debu-debu yang berterbangan itu dapat terlihat dari kejauhan bertanda ada satu rombongan kafilahÏakan datang mendekati kota Mekkah. Rasulullah SAW melihat gumpalan debu dari kejauhan itu segera pulang ke rumah. Beliau SAW langsung menyiapkan perbekalan dan membungkusnya. Setelah itu Rasulullah SAW menunggu di pintu gerbang kota Mekkah. Kafilah itu rupanya tidak memasuki kota Mekkah mereka hendak menuju tempat lain. Rasulullah SAW mendekati kafilah itu dan mencari pimpinan rombongan kafilah tersebut. Setelah berjumpa dengan pemimpin kafilah itu Rasulullah SAW meminta izin untuk dapat ikut serta di dalam rombongantersebut. Beliau SAW telah diizinkan. Rasulullah SAW mulailah berda’wah kepada mereka, kepada setiap orang dalam rombongan itu Rasulullah SAW telah sampaikan kebesaran Allah SWT dan mengajak mereka untuk menerima Islam. Setelah semua orang mendapat penjelasan dari Rasulullah SAW, Beliau SAW pun meminta izin kepada pimpinan rombongan untuk pulang kembali ke Mekkah. Rasulullah SAW kembali ke kota Mekkah dengan berjalan kaki sedangkan kafilah tersebut telah melalui kota Mekkah sejauh satu hari satu malam perjalanan. Rasulullah SAW hanya inginkan setiap orang memiliki kalimah Laalilaahaillallaah dan selamat dari adzab yang pedih kelak di akhirat.

Rasulullah SAW Dan Yahudi Pencuri

Seorang Yahudi mencuri di pasar, semua berusaha mengejar pencuri itu. Rasulullah SAW baru saja datang ke pasar, Beliau SAW melihat seorang Yahudi dikejar oleh banyak orang. Rasulullah SAW ikut mengejar Yahudi itu. Rasulullah berfikir apabila Yahudi ini tidak memiliki kalimah Laailaahaillallaah maka ia akan celaka dan sengsara selama-lamanya. Si Yahudi pencuri itu berlari sangat cepat semua orang tidak ada yang sanggup mengejarnya kecuali Rasulullah SAW. Pencuri itu terus lari dan Rasulullah SAW terus mengejarnya. Akhirnya pencuri itu kelelahan ia berhenti berlari. Rasulullah SAW pun mendapatkannya. Pencuri itu dengan tersengal-sengal bertanya kepada Rasulullah SAW, siapakah engkau?”. Aku Rasulullah (SAW), engkau ucapkanlah Laailaahaillallaah pasti engkau akan mendapat kejayaan, jawab Rasulullah SAW. Pencuri itu berkata lagi, kalau engkau bukan seorang Nabi pasti engkau tidak akan dapat mengejarku, maka aku bersaksi di hadapanmu tiada tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan-Nya.

RASULULLAH SAW Dan Pengemis Yahudi Buta

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”. Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, “anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan”, Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, “Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”. “Apakah Itu?”, tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana”, kata Aisyah r.ha.
Ke esokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, “siapakah kamu ?”. Abubakar r.a menjawab, “aku orang yang biasa”. “Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…. Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.